Jatuh Cinta dan Reaksi Kimia
Entah bagaimana penjelasan
ilmiahnya. Yang Axa rasain saat jauh dari buku-buku novel tuh, Axa mendadak
menjadi makhluk dingin, insecure, yang sangat amat yakin kalau yang namanya
cinta sejati tuh hanya mitos, ilusi, hoax, bualan, shadow, gak konkrit lah pokoknya.
Cinta sejati cuma bahasa buatan manusia yang bingung untuk menggambarkan sebuah
situasi when terjadi reaksi kimia dalam tubuh sepasang insan jatuh cinta.
Dalam tubuh wanita (saat jatuh
cinta) akan memproduksi hormon yang
menghasilkan zat yang bernama Norephrine dan Phenilethylamine yang
membuat seorang wanita berbunga-bunga saat jatuh cinta, gak bisa berpikir
logis. Juga zat Dopamin yang otomatis terproduksi saat manusia jatuh cinta. Zat-zat
tadi memicu zat lain lagi, namanya Zat Oxytoxin yang mendorong manusia
untuk bermesraan dan melakukan kontak fisik kepada lawan jenis yang ia cintai.
Ah, persetan dengan nama-nama zat tersebut.
-pun dengan longweekend kali ini
yang Axa pikir hanya ilusi. Setelah menghabiskan 2 hari yang nyaris tanpa arti
di selatan garut bersama cici, 2 hari di sisa longweekend ini Axa pilih melahap
novel newest salah satu penulis kesayangan Axa – Om Darwis Tere Liye. Rasanya
tidak ada aktivitas yang lebih khidmat, penuh nilai spiritual, bermanfaat,
menenangkan daripada baca novel. Bahagia maksimal.
Itu mungkin salah satu jawaban dari
lelucon ‘emang bisa jatuh cinta sama orang yang belum pernah kita jumpai
sebegininya?’. Menurut seorang mantan
yang gak perlu Axa sebut namanya, jatuh cinta semaksimal ini hanya bisa terjadi
kepada seseorang yang dengannya kita sudah terjadi kontak fisik, minimal
kissing atau bahkan lebih dari itu. Dulu mungkin Axa percaya sama kata-kata
tersebut. Makanya Axa sempat berpikir ‘berarti remaja yang punya prinsip tidak
setuju sama pre marital sex tidak ada tahu apa itu jatuh cinta yang
sesungguhnya dong ya?’ nyatanya gak begitu.
Nyatanya Axa pernah dibuat
berbunga-bunga sama seorang pria hanya karena boohshelves dia di akun goodreads
dipenuhi sama koleksi novel-novel keren. Axa bikin kesimpulan dia adalah sosok
pria romantis, lembut, bijak, hangat, cerdas, pemimpin, dan entah. Sulit Axa
temukan hal buruk dari orang itu. Karena kondisinya Zat Norephrine dan Phenilethylamine
dan Dopamin sedang bereaksi dalam tubuh Axa, sulit mencari hal
buruk dari orang tersebut. Dan ternyata pria-pria yang hobi baca buku atau
novel-novel emang nampak berkali lipat lebih karen dan jantan walaupun
sebetulnya lembut. At least, di mata Axa.
Padahal apa sih? Cuma baca novel
aja kok, anak esde juga bisa baca. Lalu apa spesialnya pria 20 tahunan baca
novel? Simpel, karena saat ini Axa ada di usia tersebut.
Itu pula mengapa berkutat dengan
alam selalu mengasyikan, karena Axa ngerasa tingkat sensitif kita makin terasah
saat kita bersinggungan langsung dengan alam. Setelahnya, Axa jadi ngerasa
lebih mampu masuk ke dalam sebuah cerita dalam sebuah novel. Nikmatin langsung
kejadian tersebut. Beda sama film. Dan mungkin memang kebetulan Axa bukan
Movreak (pecinta film maksimal garis keras, hehe). Beda sama Ajunk yang pecinta
novel sekaligus movreak. Axa menikmati film, tapi novel tetap segalanya. Karena
kita bisa nyiptain karekter sendiri dari sebuah tokoh. Kalo film kita hanya
tinggal mikir pola ceritanya aja, gak pake usaha menciptakan karakter lagi.
Kalo novel, sekali kita males nyipatin karakter, kelar udah bacaan lo, jangan
harap bisa lanjut kalo nyiptain karakter bayangan di imajinasi sendiri aja
males. Pulang aja, tidur.
Kemarin di pinggir karang, sempat
ngebahas cerita ‘Pulang’ om Darwis sama cici dan mama. Kebetulan kemarin Axa
belum baca. Tapi itulah bedanya Film dengan Novel (bagi Axa). Kalo film, sekali
ada yang nge-spoilerin ceritanya, Axa dah males buat pergi ke bioskop buat
nonton tuh film, nanti aja lah nunggu keluar di tivi, atau cari blueray nya aja
lah hehe. Tapi tidak dengan novel, semakin di spoiler sama orang laen, Axa
malah makin gereget buat baca.
Barusan Ajunk pulang kerja
pagi-pagi, Axa langsung cegat dia dengan cerita di ‘Pulang’ om Darwis. Dia dah
baca kemarin-kemarin. Axa bilang tadi subuh bangun buat baca buku ini dan
marathon gak berhenti sampe jam 10 pagi, dan selesai, sisa 2 bab terakhir yang
sengaja Axa sisain buat dibaca sore nanti, karena gak punya agenda lain,
hikshikshiks.
Grup diskusi WG Inner Circle –pun sepi
4 hari ini. Kebaca lah ya, mereka lagi pada naik gunung. Dan bisa dipastikan
besok grup watsap akan penuh sama foto-foto yang mereka share. Axa dan cici
mungkin kebagian ileran doang, mupeng, nasip. Yasudah, hidup emang begitu
hahaha.
Sepintas keinget sama gurauan mama
di Sayangheulang. “Mama kebayangnya ombak yang debum tinggi-tinggi jam segini
tuh kayak anak kecil lagi pada main aja, rame, riuh, emang jam mereka main,
lucu, seru, mereka hidup, air itu hidup, kalo anak kecil bakal nangis kalo
dilarang main di waktunya main, air –pun.”
Lalu cici menimpali, “makanya gue
takut banget sama air daripada api, lebih takut ke laut daripada ke gunung,
karena air gak bisa dilawan”.
Axa yang kurang setuju sama cici
langsung masuk ke percakapan, “Lu pikir api gak hidup? Gak bernyawa? Dia sama
kayak air, angin, udara, pohon, hewan, semuanya hidup, bernyawa, berperasaan,
kita gak bisa jahat sama yang manapun, kalo bermain oke lah.”
Kalo pesan mamak’nya Bujang di buku ‘Pulang’ hanya 2 (hindari makan daging
babi/anjing dan hindari minum alkohol) selebihnya bebas mau ber-agama atau
tidak, mau jadi orang baik/jahat, bebas. Kalo mama Axa nambah satu lagi
larangan buat anaknya; tidak menyakiti makhluk lain (apapun itu; manusia,
tumbuhan, hewan, dll). Itulah mengapa Axa prefer bodo amat sama hubungan yang
nggak jelas akhir-akhir ini. Sedikit mengulas, beberapa minggu terakhir Axa
menjalin entah apa sebutannya, semacam hubungan yang bisa dibilang lebih dari
sekedar teman, dengan seorang pria yang menyebut dirinya penikmat novel juga.
Axa orang yang enggan in relationship
untuk beberapa waktu kedepan, apalagi dengan orang yang tidak sepaham, dengan
orang yang nggak percaya bahwa dunia itu luas banget, dengan orang yang
terbiasa mengkotak-kotakan pertemanan, dengan orang yang pada umumnya, yang
terbiasa men-judge hanya melihat dari satu sudut. Padahal katanya dia novel
reader. Kok hobi kode kayak anak pramuka kalo lagi di hutan? Kok kasar?
Bukan, bukan, bukan. Axa juga gak
ngaku sebagai pembaca. Axa baru penikmat novel aja. Tapi sedikit paham
perubahan psikologis apa yang akan terjadi kalo hobi menikmati novel ini Axa
lanjutin, begitupun dengan dia. Untuk itu dengan dinginnya Axa tegaskan ke
orang tersebut kalau kita ada di dimensi berbeda. Kita harus belajar saling
menghargai, gak mengusik prinsip orang lain. Kalau beberapa minggu lalu Axa
memutuskan untuk in relationship sama dia, bukan karena khilaf sih. Mungkin
lebih karena Axa mau sok belaga happy. Padahal kita gak bisa maksa diri dengan
kalimat kamuflase macam apapun.
Sama kayak yang teriak “Puncak
gunung itu bukan target melainkan bonus” padahal itu bohong. “puncak itu target!!” Jadi kalo kita gak
sampe puncak berarti kita tetap harus nyoba kembali kesana untuk menuntaskan. Tapi
mereka yang pandai membohongi diri sendiri akan menyulapnya dengan kata-kata
pertama tadi ‘puncak itu bonus’, lari dari tanggung jawab.
Kita semua di dunia ini belajar
guys. Dan dalam proses belajar kita gak bisa bohong. Kalo kita bohong kita gak
akan tahu sampai dimana posisi belajar kita. Kalo dengan bohong sama orang lain
aja bakal ngerusak mental kita, apalagi bohong sama diri sendiri, tentu akan
lebih lebih ngerusak mental kita.
Btw, thanks buat mama dan cici my
travelmate. Yakinlah setiap perjalanan selalu ada makna di dalamnya, bagi
mereka yang percaya.
Terima kasih bunda Fidarasha yang
keep in touch, semoga kita tetap saling mendoakan yang terbaik. Aamiin.
Kira-kira itu sedikit gulatan batin
usai baca ‘Pulang’. Axa jatuh cinta, entah kepada apa. Yang jelas bahagia
setelah baca. Yang jadi PR, tanggal 31, 1, 2, 3 adalah libur panjang (lagi),
dan Axa belum punya buku baru untuk dibaca. Agenda nanjak –pun gak ada, gak ada
duit maksudnya, hehe.
Selamat senja tercinta, semoga bahagia selalu menjadi
atmosphere hidupmu, aku turut bahagia.