Happy Sweet Seventeenth
Di barisan pertama ini biarkan Axa
mengucapkan Selamat Tumbuh dan Berkembang untuk Kota Tercinta, Kota Kelahiran,
Kota tempatku menghabiskan masa-masa indah maupun kelam, Dirgahayu Kota Depok
ke – 17.
Untuk memperingati hari luar biasa
ini, di Balaikota Depok mengadakan beraneka ragam festival. Pameran busana,
seni, hewan, kuliner, komunitas, dll. Tadi pagi mama sempet nyuruh Axa untuk
main ke Balaikota Depok siang ini, supaya turut bergembira atas ulang tahun
Kota kami. Tapi karena waktu yang kurang cocok, Axa hanya bisa turut berbahagia
lewat tulisan ini.
Ulang tahun bagiku adalah hari
dimana kita berbahagia dan merenung. Apa-apa saja yang sudah kita lakukan dan
yang harus segera dilakukan. Sudah seberapa jauh kita melangkah dan berapa jauh
lagi kita harus mengejar. Terlepas itu ada lilin yang bisa kita tiup sebelum make a wish atau tidak, harapan dan doa
harus tetap ada.
Aku cinta Kota ini, bukan berarti
aku harus datang ke Balaikota sebagai bukti turut berbahagiaku. Ah tidak..
tidak.. Axa sama sekali tidak benci apalagi dendam dengan tempat itu. Balaikota
menyimpan sejarah luar biasa bagi Axa, bagi kami.
Balaikota itu saksi bisu kami harus
jarang datang ke sekolah. Tempat belajar kami menjadi lapangan rumput hijau,
terik matahari, berkucuran keringat, harus lari tengah hari bolong, menyanyi lagu
ceria dengan suara lantang, harus tersenyum setiap saat, makan minum susu dan
buah secepat kilat, habis makan guling-guling di tengah lapangan, push up
ratusan dengan batako merah dan pasir di dalam tas kami, harus diam-diam
memuntahkan lauk makan siang saat istirahat solat, yang non muslim menjaga
sepatu dan menghitung jumlah batu hias di pelataran masjid BaitulKamal, pipi
kami dijepit dengan penjepit jemuran karena lupa pasang senyum saat manuver,
Ahhh semua itu selalu ada diingatanku, bersama 21 orang Putra & 20 orang
Putri, teman kesayangan saat itu.
Hingga masuk ke bulan Ramadhan,
kami di Asrama. Harus makan sahur dengan kemeja kotak dan sepatu pantopel.
Duduk dengan tegak tanpa suara sedikitpun. Habis sahur harus segera siap dengan
baju PDL, lari bersama pasukan tentara, kembali ke barak untuk siap-siap
diangkut tronton menuju Balaikota Depok (setiap hari). Panas terik dan puasa,
kami tetap ditempa di lapangan rumput hijau, berbaris.
Harus mandi di kamar mandi terbuka
bersama 20 teman perempuan lainnya, yang sudah kuanggap saudara saat itu,
karena 5 bulan melewati masa susah senang bareng. Tidur di barak bersama-sama,
kasur, lemari, jemuran yang seragam. Ah semua serba seragam, hingga warna
pakaian dalam kami saat pengibaran, semua pakaian itu sudah disediakan apik
diatas tempat tidur asrama saat kami pulang dari Balaikota, pakaian kebanggan
kami, sampai kapanpun.
Setiap hari kami panas-panasan,
tapi kulit kami nggak boleh rusak, begitu kata pelatih kami. Makanya beberapa
hari sebelum Kemerdekaan RI tahun 2010, kami maskeran bareng di asmara, hehehe.
Sore keakraban 18 Agustus, kami
harus berpisah, masa tugas usai. Kami dipulangkan ke sekolah masing-masing
setelah 5 bulan ditempa bersama. Tangis tak terbendung. Kalian sudah tak nyata
di hidupku, tapi di hati ini kalian tetap ada, 2010.
Itu sedikit cerita kisah cinta Axa
dengan kota Depok, bagaimana kisah cintamu dengan kota tempat tinggalmu, guys?
By The way, perjalanan ke Kerinci
tinggal 6 hari lagi, entah sudah seberapa persiapan Axa. Axa ada rasa takut dan
gak pede, manusiawi kan yah rasa takut. Semoga perjalanan kami lancar dan
menyenangkan.
Saat bekerja/mencari uang anggaplah
seperti kita akan hidup 1000 tahun lagi, tapi ketika mendaki gunung, selalu anggaplah
itu menjadi pendakian terakhir. ~Axa, with Love~