Saturday 10 June 2017

ILUSI

Memutuskan keluar kamar kosan hampir tengah malam seperti ini kalau bukan gundah, karena apa lagi? Gundah karena belum ada yang aku tulis minggu ini, belum ada yang aku tuangkan minggu ini.
Beruntung sebulan di tempat ini, ada kendaraan ‘saudara baru’ yang bisa aku gunakan. Kalau tidak, entahlah akan jadi apa diri ini dimakan suntuk. Pulau indah padat penduduk yang terus membuat aku heran, kenapa pemerintah disini tidak menyediakan transportasi umum. Ah sudahlah terima saja, toh suara dengungku takkan terdengar, haha.
Lalu motor ½ tua ini kulajukan terus ke arah barat dari kosan, hanya 15 menit aku sudah tiba di pantai. Disini berjejer pantai Kuta, Legian dan Seminyak. Tiga pantai indah yang menempel berdampingan, tapi punya beda suasana. Aku menyusuri ketiganya malam ini, sendirian. Dihadapan pantai berjejer puluhan bahkan ratusaan cafe, bar, resto dan berbagai tempat santai santai lainnya yang dipenuhi oleh ribuan turis asing alias bule bule. Jadi ingat suasana di pinggir pantai sepanjang Gili Trawangan.
Aku sengaja membawa perlengkapan menulisku di tas, lengkap. Laptop dan adaptor, flashdisk, headset. Why i bring headset? Bukankah aku ingin menulis sambil mendengar suara debum ombak yang menenangkan? Nyatanya semenenangkan apapun suara debum ombak di telingaku, suara riuh berisik tetap mengganggu pikiranku, sia-sia.
Oh iya, tadi sore di lapangan Puputan Renon ada Pagelaran Kesenian Bali, agenda rutin tahunan di Pulau ini. Aku adalah orang yang mudah sekali terharu. Jangankan melihat pagelaran seni semacam tadi sore, melihat adik sepupu kecilku tampil menari di panggung tujuh belas agustusan saja aku terharu, menangis dibuatnya. Apalagi tadi sore hahahaha. Mungkin orang berpikir aku aneh, kenapa menangis ditengah acara seni seperti ini. Haduh jadi malu. Aku sampai lupa tujuan mau merekam pagelaran seni dari berbagai kabupaten, aku lupa karena sibuk menyeka air mata. Aku bangga ada di Negeri ini.
Pusat kota, malam minggu. Jelas seluruh ruas jalan nampak penuh padat. Membuatku mengingat sesuatu.
Kata Mas Alitt Susanto entah di postingan twitter dia tahun berapa. Tentang, bosan itu hanya ilusi, bosan itu tidak nyata. Membuatku berpikir kenapa harus kerasan di tempat ini, jika aku belum punya cukup alasan, hanya karena (mungkin) bosan dengan suasana kotaku, kampung halamanku.
Padahal jelas-jelas aku meng-aamiin-i pernyataan mas Alitt bahwa tidak ada yang lebih baik, hanya ada yang lebih baru. Itu berlaku di banyak hal, salah satunya tempat kita berdiam.
Setelah cukup waktu bertahan di pulau ini. Aku sadar tempat ini indah, sangat indah. Tapi semakin kesini, aku selalu bergumam dalam hati. Tempat ini tak lebih baik dari kotaku. Hanya saja lebih baru buatku. Buktinya orang-orang pribumi disini biasa saja dengan tempat ini. Mungkin mereka menganggap pulau mereka istimewa karena mereka mencintai tempat mereka. So, itu artinya yang membuat sebuah tempat menjadi istimewa bukan karena seberapa elok tempat itu, bukan seberapa banyak tempat wisatanya, bukan seberapa baik sarana umum disana. Tapi bagaimana penduduknya memperlakukan tempat tersebut.
Malam ini aku tahu, semua Kota adalah istimewa, tergantung bagaimana kita memperlakukan kota tersebut. Aku cinta kota ku, aku cinta. Meski kota ku tak punya pantai, tak punya tempat wisata, tak punya hutan, kota ku tak punya gunung untuk didaki, kota ku tak sehebat kota-kota di pulau ini. Tapi dari sana aku datang, dan akan kesana aku pulang. Hanya tentang waktu.
Sama seperti Pasangan. Jika kalian pernah mengalami bosan dengan pasangan lantas mencari yang baru, lalu kalian mendapatkan pasangan baru tersebut, apa yang akan kalian katakan pada diri kalian? Mencari pasangan yang lebih baik? Tidak, tidak ada orang yang lebih baik, sama halnya dengan setiap tempat, pasangan juga begitu. Ketika kita punya pasangan baru, itu bukanlah orang yang lebih baik, bukan. Ia hanya orang yang lebih baru, dan di depan sana akan selalu ada orang yang lebih baru, tapi selalu terlihat lebih baik, karena kita belum ada di dalam sana, belum bersamanya. Saat kita di tempat baru tersebut, di awal kita merasa tempat tersebut lebih baik, padahal itu hanya ILUSI dari rasa bosan. Kebiasaan itu hanya akan berulang bila kita tidak berusaha sadar. Aku ulangi, tidak ada yang lebih baik, hanya ada yang lebih baru. Itulah mengapa ada istilah Rumput Tetangga selalu lebih Hijau.
Aku makin bingung soal pertanyaan “jadi pindah ke rumah bu Rini?”. Kalo pindah ke rumah beliau, aku akan bebas beban biaya kost, beliau bersedia rumahnya ditempati, bahkan silakan makan yang ada di rumahnya, anggap rumah sendiri.  Aku akan bisa lebih lama tinggal disini, uang hasil kerja pun bisa lebih ditabung untuk orang kirim ke rumah, begitu bukan.
Tapi aku harus berpikir banyak. Aku punya banyak hutang janji pada diriku, target-target yang harus selesai beberapa bulan ini. Pekerjaan-pekerjaan yang harus aku selesaikan beberapa bulan ini, dan harus diselesaikan di kota ku..
Beberapa minggu lalu, bunda Fidarasha tiba-tiba mengirim Chat via whatsapp, beliau sering tiba-tiba membuka obrolan, seakan tahu aku butuh tempat curhat. Pesannya selalu sama, “jangan pergi jauh-jauh, kamu hanya butuh liburan.”
Dari beberapa pesan semacam itu, yang tersirat adalah sama. Aku butuh suatu tempat HANYA untuk berlibur sejenak, agar lebih bersyukur. Kalau aku butuh sendiri, aku bisa mentreatment diriku untuk mandiri tanpa pergi sekalipun, bukan? Tentang rasa kecewa pada apapun, akan hilang seiring semakin dewasanya pikiranku, hanya soal waktu.
Besok, Minggu pagi akan kupikirkan lagi langkah apa yang harus kuambil. Kalau aku harus kembali ke kota ku, artinya aku harus secepatnya mengumpulkan uang untuk ongkos pulang. Kalau aku pilih disini, aku lebih baik tinggal dengan bu Rini, supaya segera punya keluarga baru disini.

Semua yang kuambil adalah hasil pikiran yang digerakan oleh yang maha menggerakan pikiran, yang Maha membolak-balik hati. Jadi tak perlu khawatir xa..

First Month w/ Fragrant City

Beberapa postingan sebelum ini berisikan poetry and fictions. Why? Bcs i have no story that can i describes with words. But,
Kali ini Axa mau cerita tentang kehidupan di bulan bulan pertama tinggal di kota harum ini. Kenapa Axa sebut kota harum? Karena di setiap sudut jalan yang Axa lalui disini, selalu ada aroma bunga. Bunga yang di bakar setiap pagi atau sore hari. It’s mean Dupa, rite? But, am so sorry about that. Karena Axa belum browsing lengkap soal budaya Pulau dewata ini, meskipun sudah hampir satu bulan menyembunyikan diri disini.
Setelah satu bulanann di Pare, lalu nyebrang kesini, semakin menjorok ke Timur. Dan tadaaa kita berbeda waktu satu jam, sayang.

Tuesday 30 May 2017

Sabtu Senja Bersama Han

Batam, Feb 13rd 2016
Berbincang dengan orang yang baru kita kenal beberapa detik lalu mempunyai keseruan tersendiri, at least bagiku. Dibanding berbincang dengan teman lama yang kadang beberapa dari mereka hanya mengenal wujud dan nama kita, tidak secara emosi. Beberapa dari mereka dengan mudah membuat kesimpulan sendiri tentang diri kita. Yang entah kenapa seringkali kesimpulan yang tidak mampu kuterima. Walaupun memang tidak butuh persetujuanku sih. Itulah mengapa bercerita hal mendalam dengan orang yang baru kukenal beberapa detik selalu ampuh memberi efek tenang.
Sabtu menjelang petang.
 

Iftitah Axa Template by Ipietoon Cute Blog Design