Analogi Sederhana
Axa punya adik
kesayangan, namanya Natasha Audrie, dari kecil kami deket banget, dia adalah
adik terhebat, yang memberi warna hari-hariku dulu, dan yang berhasil bikin Axa
suka sama kucing, hehe. Setiap sore Axa ajak Tasha jalan-jalan naik motor
keliling gak jelas. Tapi 5 tahun ini kami lost contact, Tasha-ku hilang. Tapi
belakangan ini Axa sudah kembali tahu kabarnya. Dia tumbuh menjadi gadis cantik,
yang baru saja memulai studi D3 nya di Universitas Padjajaran Bandung, jurusan
komunikasi. Satu minat bidang studi denganku. Tasha tidak perlu tahu kakaknya
amat merindukan dirinya, yang penting doaku sampai dengan apik, semoga
dimanapun ia selalu dilimpahkan kebaikan, aamiin.
Pagi ini Axa lagi
merenung, tentang apa fungsi naik gunung. Salah satu jawaban is, kalau berenang
di gor atau membaca novel adalah refreshing, maka naik gunung –pun adalah refreshing.
Namun, refreshing skala besar, selesai.
Karena efek
refreshener-nya ampuh lebih lama. Then, kenapa setiap manusia harus refreshing?
Itu salah satu sebab
kenapa tiba-tiba Axa teringat pertanyaan polos Tasha, mungkin sekitar 8 tahun lalu.
“Ngapain sih piring
harus di cuci, nanti kan juga dipakai lagi, kotor lagi kan mi?” Tanya Tasha
polos kepada mami-nya (tante Evie) yang lagi nyuci piring.
Tante Evie berusaha
menjawab dengan analogi sederhana. “Loh, baju kamu juga kenapa mami cuci? Kan
nanti kamu pake kotor lagi, hayo? Atau sekalian aja, ngapain kamu mami kasih
makan? Toh nanti laper lagi kan?”
Axa yang mendengarnya tak
kuasa menahan tawa. Hingga kini, analogi-analogi sederhana macam itu tetap Axa
aamiin-kan. Dan sekarang akan Axa terapkan untuk pertanyaan ‘kenapa manusia
butuh refreshing?’
Ibaratkan jiwa manusia
adalah piring atau baju atau mungkin bisa diibaratkan perutmu sendiri.
Piring/baju harus di cuci setelah dipakai, untuk kita pakai lagi pada hari-hari
berikutnya. Perutmu yang sudah dikasih makan –pun akan tetap kamu kasih makan
supaya kita tetap hidup. Begitu –pun
jiwa kita yang perlu dicuci, di refresh. Mungkin Tasha akan tanya, “kenapa
harus di refresh jiwa kita kak? Toh nanti pas selesai liburan, masuk
kerja/ngampus lagi, stress lagi toh?” hehehehehe haduh.
Ya jelas pasti stress
lagi pas masuk kerja, sama kayak piring, kotor lagi pas dipake makan. Dan
memang begitu kodrat sebuah piring, kotor-cuci-kotor-cuci.
Kodrat manusia stress-refresh-stress-refresh.
Itu dah jadi sebuah
alur, hingga nanti besok lusa.
Kita sering liat di bbm
kan ada yang bilang, “Kamu ribet banget ngurusin hidup orang, mungkin kamu
kurang piknik!!” Nah, get it yea?? Kenapa ada orang yang rese sama hidup oranglain
lantas dikaitkan dengan kurang piknik/kurang refreshing? Karena orang yang
malas me-refresh dirinya bisa kita analogikan seperti orang yang males nyuci
piring bekas makan dia sendiri. Bayangin betapa joroknya tuh orang. Dan bisa
kamu bayangkan betapa tulusnya orang yang rajin refreshing di kehidupan nyata?
Makanya Axa sama cici sering iri sama pasangan Mba Rika dan Bang Docae yang bisa
mengatur jadwal refreshing dengan baik, kebayang lah gimana ‘bersih’ nya jiwa mereka. Bikin iri :’)
Tapi bukan berarti jiwa
kita harus refreshing terus lah. Sama kayak piring, ada saatnya dipake, ada
saatnya di cuci, ada saatnya ditaro aje di rak. Begitupun jiwa kita. Supaya
jiwa kita sehat, senantiasa positif thinking, berarti kita mesti tau kapan jiwa
kita udah jadwalnya dicuci, di refresh, di maintain. Karena hidup ini hanya
soal bertahan, survive. Tapi buatlah proses bertahan itu membahagiakan, menyenangkan,
seru, penuh gairah, dan bermanfaat buat orang lain.
Oke, satu pertanyaan
mengapa harus refresh, terjawab. Muncul lagi pertanyaan baru. Sama seperti
hidup, selalu ada pertanyaan baru, tantangan baru, masalah baru. Gak akan
selesai sampai kapanpun. Selalu-Ada-Pertanyaan-Selanjutnya.
And, the next question
is, kenapa gunung yang dipilih? Untuk menjawab pertanyaan yang satu ini, Axa
dibantu oleh Om Ridwan Kamil (Walikota Bandung) melalui twitternya kemarin, “Semua bisa diperdebatkan di dunia ini, kecuali
selera” Jawaban singkat, deeply, mematikan.
Gimana gak mematikan?
Apapun pertanyaan, akan berakhir disitu, S-E-L-E-R-A.
Misalnya gue dan Khansa
yang nanya ke Alin, “Aneh, kenapa gak doyan keju sih, itu kan enak banget” atau
Axa nanya Faris “Kok lo gak doyan susu sih ris?”, atau nanya abang “kok gak
doyan daging sih bang?” atau mama nanya Axa “kenapa axa gak doyan ikan?” atau
pertanyaan “kenapa Axa ngefans banget sama Ahok dan Ridwan Kamil?” atau kalo
ada orang rese yang nanya-nanya kita “kok lo suka sama dia sih, dia kan
begini/begitu?” semuaaaa pertanyaan itu bisa kamu cut pake jawaban “Selera,
bro” Sebetulnya semua pertanyaan punya jawaban yang detail, tapi apa perlu itu
diperdebatkan kalau fungsinya hanya untuk membunuh waktu? Rasanya nggak.
Kalo ada yang
memperdebatkan selera, mungkin patut dipertanyakan jangan-jangan orang yang
banyak tanya itu gak punya selera sama sekali hidupnya, mungkin dia nonton
apapun tanpa di filter, mungkin dia doyan makan apapun sekalipun tanpa dimasak,
mungkin dia menjalankan instruksi apapun tanpa difilter, it’s too flat or
horror maybe.
That’s why Axa gak
pernah mau maksain kehendak orang, misalnya abang pertama Axa yang hobi main
boomerang, atau abang kedua Axa yang hobi memanah, Axa suka pantai, dan mau
liburan ke pantai, Axa ajak abang-abang Axa, tapi mereka gak selera, lantas mau
gimana? Jangan dipaksa. Semua tentang selera. Sama halnya dengan tidak
memaksakan untuk menggapai hati seseorang. Haduh, jadi baper. Mari kita sudahi
obrolan ini untuk meminimalisir baper, gaes haha.
Di 2016
mari kita ubah BaPer (Bawa Perasaan) manjadi BaPer (Bawa Perubahan). Makin
semangat kerjanya, lancar kuliahnya, makin menyehatkan aktivitasnya, makin baik
komunikasinya, makin terarah mimpinya, aamiin. Doa Axa menyertai kalian semua.
New
Year is New You!!
0 comments:
Post a Comment