Friday 16 October 2015

Sepatah Kata

Kami yakin kalo bahasa awal setiap makhluk adalah bahasa alam semesta, hingga pada akhirnya setiap makhluk punya bahasa masing-masing yang diciptakan sendiri. Makanya untuk peka atau sensitif sama alam semesta yang berusaha ngajak kita untuk bicara, satu-satunya cara adalah mengatur nafas kita dan berpikir dan merasakan sedikit lebih dalam dari biasanya.
Setelah 3 destinasi yang Axa dan cici datengin tutup semua, entah karena ini liburan 1 Muharam, atau apa. Kami yakin semesta memang sedang meminta kami untuk duduk tenang berjam-jam, ditemani hujan. Di sebuah gubuk sejuk, menuliskan wacana-wacana kami di lembaran yang tak nampak, disaksikan oleh butiran-butiran air hujan tepat di depan pelupuk mata kami. Tak hiraukan keberadaan.
Seseorang pernah mencibirku, “Agama? Pahala dosa? Helawwww xaaa, manusia nista sepertimu gak layak bicara soal itu xa, haha!!”
Nggak, Axa sama sekali nggak patah hati mendengar cibiran macam itu. Justru Axa percaya, bahwa orang yang mencibir Axa tersebut adalah orang yang benar-benar kenal Axa, sangat mengenal Axa, so deep.
Karena kami bukan lagi waktunya untuk bicara tentang hal yang nggak konkrit semacam pahala dosa. Sama aja kayak kita bicara soal hati LoL. Tiada satu –pun makhluk selain diri kita sendiri dan tuhan kita yang tahu apa isi hati kita. Jadi stop bicara dan tanya soal hati, cukup dengarkan apa yang keluar dari mulutnya, cukup lihat apa yang ia perbuat sinkron dengan yang ia ucapkan kah, cukup saksikan bagaimana bola matanya berusaha menyampaikan sesuatu pada kita. Persetan dengan hati, bahkan kepulan asap rokok jauh lebih konkrit, jelas, nyata, dan nampak ketimbang ‘hati’ yang selama ini sibuk orang-orang ributkan.
Jadi terima kasih tuhan, telah menganugerahkan beberapa orang yang bener-bener kenal Axa secara utuh. Di luar konteks siapa Axa, apa agama Axa, siapa tuhan Axa, apa pekerjaan Axa, bagaimana status sosial Axa. Thanks god, it’s priceless.
Tapi, hanya karena kami gak ngerasa perlu bicara agama, bukan berarti kami nggak punya tuhan. Puji tuhan, kami masih termasuk orang-orang yang teramat sangat yakin bahwa tiap-tiap kami punya tuhan, punya deskripsi tuhannya masing-masing. Agama sendiri adalah media untuk mencapainya, mungkin. Tapi nggak sedikit orang yang justru mampu mencintai tuhannya dengan sangat, tanpa media tersebut, nggak sedikit.
Jadi Axa patut bersyukur lagi dipertemukan sama beberapa orang yang sangat toleransi akan hal tersebut. Kami saling menghargai bahwa kami punya tuhan masing-masing, tanpa tanya soal apa agama, tentunya. Kenapa? Karena agama adalah pembahasan yang terlalu private. Bahkan orangtua kita sendiri. Axa pribadi juga sangat menghargai privasi tsb, makanya belum pernah tanya apa agamamu misalnya nanya seperti itu ke teman, saudara, guru, dll. Terlalu private. Yang penting dia punya tuhan, cukup.
Kami berbincang-bincang beberapa saat dengan alam, kami –pun dengan berani membuat wacana, yap saat ini baru wacana. Tapi kami udah ngerasa, kalau bukan ini jalannya, nggak mungkin semesta menggerakkan pikirian kita ke detik ini, ci. Berarti memang perlu kita pikirkan, ci. Jangan berontak saat semesta sedang berusaha menyampaikan sesuatu ke kita.
Sepulang dari anter cici, Axa jemput Ajunk ke stasiun. Ajunk nggak nunjukin muka lelah sama sekali. Malah pas ketemu langsung bilang, “ke pasput aja yuk, besok gue shift 3” | “hayuk lah”
Ini minggu ke-2 Ajunk mulai kerja sebagai IT di HO Indosat. Tiap hari Axa belum pernah absen ingetin Ajunk, “Jangan pernah lupa sama tes sepa ya junk” | “InsyaaAlloh gak bakal berenti gue perjuangin kok” Kemudian Ajunk bersendagurau gak jelas nyanyi lagu lastchild, Axa lupa apa judulnya, yang jelas di liriknya ada potongan kata-kata “ingatkan aku teman bahwa tempatku bukan memang disini
Pagi tadi, habis antar Ajunk ke stasiun Axa bingung mau ngapain lagi. Padahal ini tanggal merah 1 Muharam, berharap bisa liburan bareng Ajunk, ternyata dia lembur. Nanti siang udah ada janji ketemu sama sahabat terbaik ever after, cici odel alias Tri Jayanti. Sambil nunggu siang, Axa terjaga di atas tempat tidur.
Alunan lagu-lagu sendu mulai mengajak Axa hanyut pada instrumen dan liriknya. Entah, mungkin ini rindu yang tak bisa lagi Axa sampaikan, rindu yang tak boleh lagi Axa antarkan ke tuannya. Dan menangislah xa, bila itu membuat tenang.
Selamat petang :’)  


0 comments:

Post a Comment

 

Iftitah Axa Template by Ipietoon Cute Blog Design