Sepatah Kata
Kami yakin kalo bahasa awal setiap
makhluk adalah bahasa alam semesta, hingga pada akhirnya setiap makhluk punya
bahasa masing-masing yang diciptakan sendiri. Makanya untuk peka atau sensitif
sama alam semesta yang berusaha ngajak kita untuk bicara, satu-satunya cara adalah
mengatur nafas kita dan berpikir dan merasakan sedikit lebih dalam dari biasanya.
Setelah 3 destinasi yang Axa dan
cici datengin tutup semua, entah karena ini liburan 1 Muharam, atau apa. Kami
yakin semesta memang sedang meminta kami untuk duduk tenang berjam-jam,
ditemani hujan. Di sebuah gubuk sejuk, menuliskan wacana-wacana kami di
lembaran yang tak nampak, disaksikan oleh butiran-butiran air hujan tepat di
depan pelupuk mata kami. Tak hiraukan keberadaan.
Seseorang pernah mencibirku, “Agama?
Pahala dosa? Helawwww xaaa, manusia nista sepertimu gak layak bicara soal itu
xa, haha!!”
Nggak, Axa sama sekali nggak patah
hati mendengar cibiran macam itu. Justru Axa percaya, bahwa orang yang mencibir
Axa tersebut adalah orang yang benar-benar kenal Axa, sangat mengenal Axa, so
deep.
Karena kami bukan lagi waktunya
untuk bicara tentang hal yang nggak konkrit semacam pahala dosa. Sama aja kayak
kita bicara soal hati LoL. Tiada satu –pun makhluk selain diri kita sendiri dan
tuhan kita yang tahu apa isi hati kita. Jadi stop bicara dan tanya soal hati,
cukup dengarkan apa yang keluar dari mulutnya, cukup lihat apa yang ia perbuat
sinkron dengan yang ia ucapkan kah, cukup saksikan bagaimana bola matanya
berusaha menyampaikan sesuatu pada kita. Persetan dengan hati, bahkan kepulan
asap rokok jauh lebih konkrit, jelas, nyata, dan nampak ketimbang ‘hati’
yang selama ini sibuk orang-orang ributkan.
Jadi terima kasih tuhan, telah
menganugerahkan beberapa orang yang bener-bener kenal Axa secara utuh. Di luar
konteks siapa Axa, apa agama Axa, siapa tuhan Axa, apa pekerjaan Axa, bagaimana
status sosial Axa. Thanks god, it’s priceless.
Tapi, hanya karena kami gak ngerasa
perlu bicara agama, bukan berarti kami nggak punya tuhan. Puji tuhan, kami masih
termasuk orang-orang yang teramat sangat yakin bahwa tiap-tiap kami punya
tuhan, punya deskripsi tuhannya masing-masing. Agama sendiri adalah media untuk
mencapainya, mungkin. Tapi nggak sedikit orang yang justru mampu mencintai
tuhannya dengan sangat, tanpa media tersebut, nggak sedikit.
Jadi Axa patut bersyukur lagi
dipertemukan sama beberapa orang yang sangat toleransi akan hal tersebut. Kami
saling menghargai bahwa kami punya tuhan masing-masing, tanpa tanya soal apa
agama, tentunya. Kenapa? Karena agama adalah pembahasan yang terlalu private.
Bahkan orangtua kita sendiri. Axa pribadi juga sangat menghargai privasi tsb,
makanya belum pernah tanya apa agamamu misalnya nanya seperti itu ke teman,
saudara, guru, dll. Terlalu private. Yang penting dia punya tuhan, cukup.
Kami berbincang-bincang beberapa
saat dengan alam, kami –pun dengan berani membuat wacana, yap saat ini baru
wacana. Tapi kami udah ngerasa, kalau bukan ini jalannya, nggak mungkin semesta
menggerakkan pikirian kita ke detik ini, ci. Berarti memang perlu kita
pikirkan, ci. Jangan berontak saat semesta sedang berusaha menyampaikan sesuatu
ke kita.
Sepulang dari anter cici, Axa
jemput Ajunk ke stasiun. Ajunk nggak nunjukin muka lelah sama sekali. Malah pas
ketemu langsung bilang, “ke pasput aja yuk, besok gue shift 3” | “hayuk lah”
Ini minggu ke-2 Ajunk mulai kerja
sebagai IT di HO Indosat. Tiap hari Axa belum pernah absen ingetin Ajunk,
“Jangan pernah lupa sama tes sepa ya junk” | “InsyaaAlloh gak bakal berenti gue
perjuangin kok” Kemudian Ajunk bersendagurau gak jelas nyanyi lagu lastchild,
Axa lupa apa judulnya, yang jelas di liriknya ada potongan kata-kata “ingatkan
aku teman bahwa tempatku bukan memang disini”
Pagi tadi, habis antar Ajunk ke
stasiun Axa bingung mau ngapain lagi. Padahal ini tanggal merah 1 Muharam,
berharap bisa liburan bareng Ajunk, ternyata dia lembur. Nanti siang udah ada
janji ketemu sama sahabat terbaik ever after, cici odel alias Tri Jayanti.
Sambil nunggu siang, Axa terjaga di atas tempat tidur.
Alunan lagu-lagu sendu mulai
mengajak Axa hanyut pada instrumen dan liriknya. Entah, mungkin ini rindu yang
tak bisa lagi Axa sampaikan, rindu yang tak boleh lagi Axa antarkan ke tuannya.
Dan menangislah xa, bila itu membuat tenang.
Selamat petang :’)
0 comments:
Post a Comment