Thursday 2 March 2017

Kulkas Yang Malang

Tak hanya pada hujan. Dingin juga terjadi pada masakan ibu di atas meja. Yang terlalu lama menunggu anaknya pulang hingga larut malam.
Kira-kira kalimat itu yang seringkali ingin Axa tulis sebagai caption sebuah potret terong balado/kentang balado/and many more (makanan favorit abang) di dapur gubuk kami. Hanya Bang Patih yang punya menu makanan favorit. Sedang Axa dan Ajunk gak terlalu fanatik sama menu tertentu. Yang mama kami masak, ya itu yang akan kami makan. Kabar buruknya, mama kami tidak terlalu bergairah masak, kecuali saat ada abang (Patih Alfatihah) di rumah. Itulah kenapa harus ada mie instant di storage kami.
Satu jam yang lalu, sepulangku dari club sehat. Sebelum melepas sepatu, jaket, dan tas. Axa langsung bergegas membuka bungkusan ikan untuk kucing-kucing kesayangan, yang makin hari terus bertambah. Karena mama senang dengan binatang (terutama yang bisa diajak komunikasi seperti kucing, kelinci, anjing, dll). Dua bungkus ikan cue’ ukuran besar langsung habis dilahap mereka.
Usai itu, Axa langsung melepas pakaian (bukan ganti pakaian ya hehe). Karena emang kalo di rumah males pake baju. Outfitnya bergadoz gitu, alias celana pendek dan semacam kaos kutang. #GakPenting #Apasih
Mama baru selesai dengan bacaan Al-Quran di kamarnya. Axa ngecek isi kulkas, refleks aja. Ndak ada rasa ingin makan. Karena emang sore pulang dari kantor selalu langsung ke club sehat, dan malam sampe rumah sudah gak laper sama sekali. Sekedar ngecek kulkas, ngecek tanggal kadaluarsa dan kelayakan makanan-makanan di dalamnya.
Entah apa sebutan untuk kami. Zalim kah, atau apa entah. Di gubuk kecil kami, ada 2 buah kulkas. Yang satu adalah kulkas mama waktu tinggal di pepaya. Dan semenjak pepaya tak berpenghuni, beberapa barang yang masih bisa dikaryakan ya kami bawa. Salah satunya kulkas, meskipun terlalu maksa. Gubuk kecil kami makin terasa sempit. Salah satu kulkas tidak menyala, karena listrik di rumah mama tidak kuat. Jadi hanya satu kulkas untuk menyimpan makanan. Yang satu untuk menyimpan barang-barang dapur yang jarang dipakai.
Begitu kulkas kubuka, rasanya sedih. Disana ada sekotak kue bika ambon oleh-oleh dari Medan yang dibawa bude Miranti dari hari Minggu kemarin, dan kue ulang tahun ku yang sama sekali tak ku sentuh usai tiup lilin. Kue ulang tahun dari teman-teman mama. Mungkin sudah mama ambil sebagian untuk tetangga. Tapi tetap masih banyak, Axa juga enggan bawa ke kantor. Males di ciye-ciye’in.
Menyaksikan makanan-makanan bernasib malang itu, aku lanjut membuka pintu atas kulkas. Ya tuhan, ada asinan buah yang kubeli sekitar dua bulan lalu membeku. Ada serbuk pisang dan strawberry pemberian temanku bulan lalu. Ada biskuit gandum cokelat favoritku, entah sudah berapa minggu disana. Ada setengah bungkus spaghetti dan sekaleng saus bbq  sebagai temannya yang entah sepertinya sudah expired. Ada biskuit Tango Vanila yang baru 5 hari. Ada sirup jeruk dan madu putih yang sama sekali tak disentuh dari idul Adha tahun 2016. Bahkan ada kue putri salju yang masih setengah toples dari lebaran idul fitri 2016 lalu. “Gila...” batinku.
Satu-satunya jenis makanan yang selalu habis kurang dari seminggu ya mie instan, hanya itu. Eh dan ikan cue, untuk kucing-kucingku. Kalo ikan selalu fresh, karena kucing kami makan 3 sampai 4 kali sehari.
 Oh iya, ada sebotol bumbu teriyaki. Biasanya aku suka bergumam dalam hati menjelang weekend. “Besok kan Sabtu, masak beef teriyaki ah buat Ajunk [Jamal]”. Dan besoknya ternyata Ajunk gak pulang. Jadi bumbu teriyaki masih sisa banyak di botol, mungkin sudah hampir sebulan.
Aku tersadar dari lamunan kulkas malang itu saat mama keluar dari kamar dan pergi ke dapur. Mama membawa bungkus plastik. “ini nasi tadi pagi sama lauk-lauknya belum ada yang di makan, makan yuk” ajak mama sambil duduk di lantai. | “Hmm, gak laper ma. Lagian kenapa beli lauk banyak sih? Gak belajar-belajar ya mama, zalim tau, mubazir.” | “ih.. ini cuma beli sepotong-sepotong, kan mama pikir buat kita malem. Gak taunya abang dan Jamal gak pulang” | “kan dah sepakat, gak ada makanan kecuali by request. Kalo begini jadi mubazir ma, lihat tuh isi kulkas. Kan mama sendiri yang bilang, makan untuk hidup, bukan sebaliknya hidup untuk makan, jadi kalo belum butuh makan ya gak usah diadain” *gerutu Axa*
Axa ngerti niat mama mulia. Supaya begitu anak-anaknya pulang sudah ada yang bisa di makan. Tapi mama lupa sudah beberapa tahun belakang ini kami bukan anak-anak mama yang dulu. Yang selalu pengen makan di rumah, rame-rame. Bukan lagi begitu ma. Axa tertunduk menyesal, sudah menggerutu ke mama.
Sebetulnya bukan soal jarang pulang. Tapi feeling kita sudah beda sama arti kata Pulang, dan arti kata Rumah. Anak-anak mama terus beranjak dewasa, usia abang April tahun ini 25 tahun, usia perak. Kita sudah bukan anak-anak mama yang rebutan donat, biskuit, dan permen saat mama pulang dari warung. Bukan lagi begitu ma.
Dulu setiap mama belanja jajajan kayak biskuit, kopi, dll. Akan habis sekejap (sama ayah). Karena sekarang beda kondisi, ya beda. Dulu setiap masakan yang mama buat, bakal habis sekejap (sama ayah). Sekarang sudah lain kondisi, ya beda.
Bahkan hari raya idul fitri jaman dulu. Kami selalu mikir keras gimana supaya punya uang untuk masak spesial idul fitri. Sekarang gak lagi. Ya masak aja, buat dibawa ke rumah embah doang. Udah. Paling buat bawain ke rumah ka Nia. daaa kalo Axa sama Ajunk kan gak ada yang harus dibawain. #Ehh #Baper #rrrrrrr
Intinya sih, beberapa bahan makanan yang ada di kulkas. Gak sengaja dibeli karena keinginan, bukan karena kebutuhan. Jadi be wise lah ya. Jangan ditiru. Kita makan hanya untuk bisa beribadah, gak lebih. Bismillah, semoga ke depannya keluarga kami makin bijaksana soal beli-beli ini-itu. Setiap orang berhak belajar dari yang sudah sudah toh.
Selamat malam~

0 comments:

Post a Comment

 

Iftitah Axa Template by Ipietoon Cute Blog Design