Tak
hanya pada hujan. Dingin juga terjadi pada masakan ibu di atas meja. Yang
terlalu lama menunggu anaknya pulang hingga larut malam.
Kira-kira
kalimat itu yang seringkali ingin Axa tulis sebagai caption sebuah potret
terong balado/kentang balado/and many more (makanan favorit abang) di dapur
gubuk kami. Hanya Bang Patih yang punya menu makanan favorit. Sedang Axa dan
Ajunk gak terlalu fanatik sama menu tertentu. Yang mama kami masak, ya itu yang
akan kami makan. Kabar buruknya, mama kami tidak terlalu bergairah masak,
kecuali saat ada abang (Patih Alfatihah) di rumah. Itulah kenapa harus ada mie
instant di storage kami.
Satu
jam yang lalu, sepulangku dari club sehat. Sebelum melepas sepatu, jaket, dan
tas. Axa langsung bergegas membuka bungkusan ikan untuk kucing-kucing
kesayangan, yang makin hari terus bertambah. Karena mama senang dengan binatang (terutama yang
bisa diajak komunikasi seperti kucing, kelinci, anjing, dll). Dua bungkus ikan
cue’ ukuran besar langsung habis dilahap mereka.
Usai
itu, Axa langsung melepas pakaian (bukan ganti pakaian ya hehe). Karena emang
kalo di rumah males pake baju. Outfitnya bergadoz gitu, alias celana pendek dan
semacam kaos kutang. #GakPenting #Apasih
Mama
baru selesai dengan bacaan Al-Quran di kamarnya. Axa ngecek isi kulkas, refleks
aja. Ndak ada rasa ingin makan. Karena emang sore pulang dari kantor selalu
langsung ke club sehat, dan malam sampe rumah sudah gak laper sama sekali.
Sekedar ngecek kulkas, ngecek tanggal kadaluarsa dan kelayakan makanan-makanan
di dalamnya.
Entah
apa sebutan untuk kami. Zalim kah, atau apa entah. Di gubuk kecil kami, ada 2
buah kulkas. Yang satu adalah kulkas mama waktu tinggal di pepaya. Dan semenjak
pepaya tak berpenghuni, beberapa barang yang masih bisa dikaryakan ya kami
bawa. Salah satunya kulkas, meskipun terlalu maksa. Gubuk kecil kami makin
terasa sempit. Salah satu kulkas tidak menyala, karena listrik di rumah mama
tidak kuat. Jadi hanya satu kulkas untuk menyimpan makanan. Yang satu untuk
menyimpan barang-barang dapur yang jarang dipakai.
Begitu
kulkas kubuka, rasanya sedih. Disana ada sekotak kue bika ambon oleh-oleh dari
Medan yang dibawa bude Miranti dari hari Minggu kemarin, dan kue ulang tahun ku
yang sama sekali tak ku sentuh usai tiup lilin. Kue ulang tahun dari
teman-teman mama. Mungkin sudah mama ambil sebagian untuk tetangga. Tapi tetap
masih banyak, Axa juga enggan bawa ke kantor. Males di ciye-ciye’in.
Menyaksikan
makanan-makanan bernasib malang itu, aku lanjut membuka pintu atas kulkas. Ya
tuhan, ada asinan buah yang kubeli sekitar dua bulan lalu membeku. Ada serbuk
pisang dan strawberry pemberian temanku bulan lalu. Ada biskuit gandum cokelat
favoritku, entah sudah berapa minggu disana. Ada setengah bungkus spaghetti dan
sekaleng saus bbq sebagai temannya yang
entah sepertinya sudah expired. Ada biskuit Tango Vanila yang baru 5 hari. Ada
sirup jeruk dan madu putih yang sama sekali tak disentuh dari idul Adha tahun
2016. Bahkan ada kue putri salju yang masih setengah toples dari lebaran idul
fitri 2016 lalu. “Gila...” batinku.
Satu-satunya
jenis makanan yang selalu habis kurang dari seminggu ya mie instan, hanya itu.
Eh dan ikan cue, untuk kucing-kucingku. Kalo ikan selalu fresh, karena kucing
kami makan 3 sampai 4 kali sehari.
Oh iya, ada sebotol bumbu teriyaki. Biasanya
aku suka bergumam dalam hati menjelang weekend. “Besok kan Sabtu, masak beef
teriyaki ah buat Ajunk [Jamal]”. Dan besoknya ternyata Ajunk gak pulang. Jadi
bumbu teriyaki masih sisa banyak di botol, mungkin sudah hampir sebulan.
Aku
tersadar dari lamunan kulkas malang itu saat mama keluar dari kamar dan pergi
ke dapur. Mama membawa bungkus plastik. “ini nasi tadi pagi sama lauk-lauknya
belum ada yang di makan, makan yuk” ajak mama sambil duduk di lantai. | “Hmm,
gak laper ma. Lagian kenapa beli lauk banyak sih? Gak belajar-belajar ya mama,
zalim tau, mubazir.” | “ih.. ini cuma beli sepotong-sepotong, kan mama pikir
buat kita malem. Gak taunya abang dan Jamal gak pulang” | “kan dah sepakat, gak
ada makanan kecuali by request. Kalo begini jadi mubazir ma, lihat tuh isi
kulkas. Kan mama sendiri yang bilang, makan untuk hidup, bukan sebaliknya hidup
untuk makan, jadi kalo belum butuh makan ya gak usah diadain” *gerutu Axa*
Axa
ngerti niat mama mulia. Supaya begitu anak-anaknya pulang sudah ada yang bisa
di makan. Tapi mama lupa sudah beberapa tahun belakang ini kami bukan anak-anak
mama yang dulu. Yang selalu pengen makan di rumah, rame-rame. Bukan lagi begitu
ma. Axa tertunduk menyesal, sudah menggerutu ke mama.
Sebetulnya
bukan soal jarang pulang. Tapi feeling kita sudah beda sama arti kata Pulang,
dan arti kata Rumah. Anak-anak mama terus beranjak dewasa, usia abang April
tahun ini 25 tahun, usia perak. Kita sudah bukan anak-anak mama yang rebutan
donat, biskuit, dan permen saat mama pulang dari warung. Bukan lagi begitu ma.
Dulu
setiap mama belanja jajajan kayak biskuit, kopi, dll. Akan habis sekejap (sama
ayah). Karena sekarang beda kondisi, ya beda. Dulu setiap masakan yang mama
buat, bakal habis sekejap (sama ayah). Sekarang sudah lain kondisi, ya beda.
Bahkan
hari raya idul fitri jaman dulu. Kami selalu mikir keras gimana supaya punya
uang untuk masak spesial idul fitri. Sekarang gak lagi. Ya masak aja, buat
dibawa ke rumah embah doang. Udah. Paling buat bawain ke rumah ka Nia. daaa kalo
Axa sama Ajunk kan gak ada yang harus dibawain. #Ehh #Baper #rrrrrrr
Intinya
sih, beberapa bahan makanan yang ada di kulkas. Gak sengaja dibeli karena
keinginan, bukan karena kebutuhan. Jadi be wise lah ya. Jangan ditiru. Kita
makan hanya untuk bisa beribadah, gak lebih. Bismillah, semoga ke depannya
keluarga kami makin bijaksana soal beli-beli ini-itu. Setiap orang berhak
belajar dari yang sudah sudah toh.
Selamat malam~
Selamat malam~
0 comments:
Post a Comment