Nostalgia Apanya
Beberapa hari yang lalu Axa dapet
email dari seorang pembaca blog. Axa gak kenal, tapi yang jelas dia ini pembaca
blog Axa dari jaman dinosaurus, hehe. Soalnya dia tahu blogspot Axa yang lama,
yang isinya tulisan-tulisan fiksi. Blognya sudah di-hack, dan gak aktif lagi.
Dia (si pengirim email) ini nanya,
kok sekarang Axa nulis diary doang. Gak pernah nulis fiksi lagi.
Terima kasih sudah mengingatkan
kalo jaman sekolah dulu axa sering posting cerita fiksi. FYI, cerita fiksi / fiktif
/ narasi yang axa tulis jaman dulu itu berdasarkan kisah kejadian nyata. Entah
kisah pribadi tema-teman Axa, atau pernah juga kisah pribadi. Yang dirangkai
jadi karangan fiksi/fiktif. Kan tinggal diubah gaya nulisnya aja, point of view
nya, nama tokohnya, dan diselipkan majas-majas supaya mengalihkan perhatian
orang yang baca dari tokoh aslinya, gitu.
~Hmm, untuk nostalgia, sore ini Axa
mau selipkan paragraph fiktif ahhh...
Lembayung senja sudah memberi
isyarat kepada Tamara untuk segera pulang. Namun seperti hari biasanya, ia
kerasan bersitatap dengan layar komputer di meja kerjanya. Kali ini bukan untuk
kerja, hanya melamun menatap sebuah gambar yang terselip di data C. Satu gambar
yang memunculkan beberapa kisah, mengundang perguncangan di batinnya.
Seorang security masuk tanpa
mengetuk pintu ruangan, memecah lamunan. Tamara segera mematikan komputer dan
keluar ruangan. Pulang dengan lintasan memori di gambar tadi, memori lama yang
kembali lagi ke permukaan. Kenapa pula harus tak sengaja ia menemukan gambar
tadi. Sore yang kurang baik, mungkin.
Setiba di depan kosan, langkah
Tamara terhenti. Camry dengan nomor polisi B 1912 UI, Tamara hafal betul. Siapa
lagi kalau bukan Elang. Ingin rasanya segera berbalik badan keluar dari gang
kosan lalu pergi, atau tak hiraukan kedatangan Elang.
Tiba-tiba dari belakang, tangan
elang langsung meraih pergelangan tangan Tamara. Tamara yang kaget, berusaha
stay cool, hanya menghembuskan nafas sebal. “Yuk..” Ucap Elang sambil
membukakan pintu mobilnya.
“Bisa sendiri kok kalo aku mau, emang
kita mau kemana?” Jawab Tamara dengan wajah juteknya. “Aku cuma mau kita
selesaikan masalah dulu, selain itu lebih baik aku istirahat.” Lanjut Tamara.
Elang tak peduli ucapan kekasihnya,
ia menarik lengan Tamara lembut. “Udahlah darl, jangan jutek-jutek, percuma”
Tak ada sepatah pun percakapan,
hanya genggaman tangan dan senyuman menggoda. Elang terbiasa begitu untuk
memancing emosi Tamara. Jam 22.00 WIB.
Elang mengambil karcis parkir di
Kaisar Hotel.
“Apa-apaan sih lang, aku cuma mau
kita bicara, selesain masalah yang satu dulu, gak usah bikin masalah baru
lang.” Tamara makin kesal dibuatnya. Elang hanya tersenyum dan makin menggoda
dengan kedipan mautnya.
Check in. At Room 809.
Tangan lembut elang persis di leher
Tamara, seperti biasanya. “Lang, apaan sih. Kamu sekali-sekali dewasa dikit
bisa kan lang? Aku cuma mau kita diskusi, aku maunya masalah kita yang satu
clear dulu. Kamu kebiasaan ngebiarin masalah hilang dengan sendirinya. Gak bisa
terus-terusan begini”
“Darling please.. kenapa jadi jutek
gitu sih, biasa aja lah” tangan elang makin gak terkontrol, wajah manisnya
berusaha semakin mendekat ke wajah Tamara yang semakin kesal dibuatnya.
“Elang cukup!! Gak semua masalah
bisa diselesaikan di kamar, kecuali otak kamu emang di selangkangan!!” Emosi
Tamara memuncak. Elang kaget namun berusaha tetap terlihat tenang dan mempesona.
“Jadi kamu maunya sekarang gimana?
Aku males berantem, darling” | “Di
usia kamu yang 27 ini kamu belum bisa bedain diskusi sama berantem. Aku gak
ngajak berantem, oke. Kalo kamu gak ada niat diskusi, gak ada niat untuk
nyelesain masalah yang sebelumnya dulu, oke. Anter aku pulang, sekarang.”
Tamara bergegas ninggalin tempat tidur, membereskan blouse-nya agak berantakan
ulah tangan Elang.
Elang gak menggubris sedikit –pun.
Suara Tamara hanya sebatas angin, yang mengepul bersama hembusan asap rokok
dari mulutnya. Elang masih bersandar di tempat tidur, fokus dengan gadgetnya.
Tamara habis kesabaran dan duduk di balkon kamar, ditemani secangkir green tea.
Yap, di tas nya Tamara jarang lupa untuk selalu membawa green tea. Sekedar
untuk jaga-jaga jika pikiran kacau saat di kantor, atau di luar rumah.
Jam 02.00 dini hari. Tamara
melongok ke kamar sebentar, Elang masih asik berkutat dengan Blue Film di gadgetnya.
“Sudah jam 2, ini hari Sabtu lang,
aku masuk kerja. Kalo gak bisa antar aku pulang, gapapa. Aku pesan Taxi” Ucap
Tamara dengan nada datar, sambil membereskan isi tas nya di depan cermin.
Tanpa menjawab sepatah kata –pun,
Elang langsung meraih kunci mobil di atas meja kamar. And then, menggenggam
lembut tangan Tamara, seperti biasa. Mereka keluar dari kamar, check out ke
lobi Kaisar Hotel. Dan berlalu dari kawasan Kalibata.
Kalibata-Cibubur 20 menit. Tak ada
sepatah kata –pun dini hari itu. Hingga mereka tiba kembali di depan gang kosan
Tamara.
“Makasi ya, Oiya mulai sekarang
jangan hubungin aku lagi lang, makasi
untuk semuanya ya” Ucapan singkat dengan ekspresi datar Tamara memancing Elang
untuk menoleh.
Elang hanya bisa menggenggam
pergelangan tangan Tamara, lembut. Satu menit. Dua menit.
“Sepakat kan? Kalo gitu aku masuk.
Take care, lang” Tangan kiri Tamara melepas pelan genggaman Elang. Tamara
langsung keluar mobil, tanpa menoleh lagi ia masuk kamar kosannya. Segera ia
menghempaskan tubuh lelahnya ke kasur. “Huh, selesai sudah”
15
menit kemudian. Handphone Tamara berbunyi.
[1 Pesan Masuk]
“Aku gak bisa, darling” –Elang-
Tamara tak menghiraukan SMS Elang sama sekali. Ia langsung
mandi dan bersiap untuk aktivitas hari itu.
***Tamat yaaaa***
Hehe, sekian ya cerita fiksi nya. Pendek sekali ya
ceritanya. Hehe Maaf namanya juga narasi dadakan. Hmm, manurutmu fiksi diatas
Axa rangkai dari kisah pribadi siapa hayo, hehe ;)
0 comments:
Post a Comment